2. studi kasus #whatwouldaPRdo “PR adalah Pendidik”

Prof X Ditangkap Nyabu, Mabes Polri: Beliau Seharusnya Jadi Teladan

Instansi dijamin langsung geger dengan publikasi skandal penyalahgunaan narkoba. Selain narkoba materi lain yag sanggup membuat geger instantly adalah publikasi video porno, KDRT, plagiat, dan perilaku tidak pantas seperti melakukan pemukulan. Kasus ini bisa sangat sensitif karena melibatkan nama baik instansi, nama baik orang per orang. Sebagai PR instansi, perlu ada persamaan persepsi, visi dan misi dengan pimpinan. Bukan rahasia kalau di negeri tercinta ini, para top level echelon belum memahami tugas dan fungsi humas dalam internal organisasinya, selain bertugas membuat kliping, dokumentasi kegiatan dan kadang-kadang mengundang wartawan. Masih belum banyak yang mengoptimalkan kemampuan humas internalnya dalam strategi komunikasi. Juga bukan rahasia kalau pimpinan bisa membuat tim media sendiri meskipun sudah ada unit humas dalam satuan kerjanya. Begitulah.

Lalu kembali ke laptop. Apa sajakah yang bisa dilakukan humas bila lembaganya terpapar skandal?

Strategi humas untuk meminimalkan dampak viral trial by the press dan memperbaiki nama instansi, sebagai catatan tambahan langkah-langkah ini memerlukan persamaan persepsi, persamaan visi, misi, serta yang terpenting, kita memerlukan: passion.

Begitu informasi skandal diterima. Informasinya bisa berupa breaking news, twit di media sosial, berita pendek di media online, telepon, atau informasi dari pesan text yang sekarang sudah dilengkapi dengan foto. Sumber informasi berbeda, berbeda pula penanganannya.

1. Bila informasi masih berupa informasi melalui telepon. Humas dan tim hukum bisa langsung menuju lokasi bila dimungkinkan. Katakanlah saat itu posisi sudah ada di kantor polisi. Minimalkan semua press coverage. Jangan lupa status terduga mewajibkan publikasi dibatasi hanya pada inisial nama. Humas harus senantiasa berpegang praduga tak bersalah. Bila diperlukan humas bersama tim hukum akan membagikan informasi pada rekan-rekan kita para wartawan bahwa:

“pejabat X diduga melakukan penyalahgunaan narkotika kategori Z  dan saat ini tengah diminta keterangannya oleh pihak berwajib. Untuk membantu proses penyelidikan diharapkan rekan-rekan media dapat menghormati asas praduga tak bersalah dengan hanya menyebutkan inisial nama. Bila kami menemukan pemberitaan yang tidak sesuai, khususnya tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers, kami akan langsung laporkan ke Dewan Pers dan Komisi Penyiaran..”

Apakah ini ancaman? tentu tidak. Ini adalah unsur pengingat bahwa profesi wartawan  dijaga dengan ethical code of conduct. Kita perlu secara sederhana mengingatkan kode etik jurnalistik untuk meminimalkan dampak trial by the press yang bisa menjadi viral hingga tidak relevan. Jangan lupa selain pejabat X tersebut masih ada keluarganya, mungkin saja yang bersangkutatan punya anak  dibawah umur, ada nama baik instansi yang harus dijaga. Dalam nama baik setidaknya ada dua hal yang harus dijaga: credibility and integrity. Dua hal yang di Jepang, dijaga dengan nyawa.

2. Bila informasi sudah berupa breaking news. Informasi pada tahap ini masih simpang siur. Kita bisa memberikan klarifikasi, mengumpulkan data. Pada tahap ini, sudah lebih mudah untuk dilaporkan ke atasan. Bapak/Ibu sudah baca? salah satu pejabat kita ditahan karena penyalahgunaan narkoba. Kembali pada tugas humas untuk menjaga instansinya, bagaimana kita akan menjaga credibility and integrity. Selain kita perlu mengingatkan rekan-rekan wartawan dengan kode etik jurnalistik, kita perlu menambahkan dengan:

“Instansi X memberikan cuti karena alasan penting kepada Sdr. X (tetap samarkan nama dengan initial) agar beliau dapat lebih fokus terhadap masalah ini. Instansi akan memberikan bantuan hukum  (instansi wajib memberikan bantuan hukum tanpa diminta, kecuali ybs memilih menggunakan tim pengacara sendiri). Pejabat sementara saat ini telah ditunjuk Sdr. Y menggantikan Sdr. X. Instansi X bekerja sama dengan BNN akan melakukan test narkoba pada semua jajaran struktural, pegawai hingga mahasiswa. Sesuai Peraturan Instansi X, penyalahgunaan narkoba merupakan kesalahan berat, bila ada yang terbukti melakukan penyalahgunaan narkoba, instansi akan menjatuhkan sanksi akademis dan sanksi administratif….”

3. Waspadalah dengan berita-berita yang ‘menghasut’ dan wartawan yang meminta ‘opini’.  Contoh pertanyaan wartawan:

“Bagaimana pendapat bapak mengenai opini pejabat humas mabes polri?”

“Bagaimana pendapat bapak terhadap kasus ditangkapnya pejabat X dari Instansi Z?” –pertanyaan ini biasanya ditujukan kepada  pakar, narasumber, atau siapapun yang bisa saja relevan, bisa juga tidak. Bukankah, kadang media melakukan publikasi hasil wawancara dengan pemilik warung dekat rumah, tetangga, atau teman kerja? Kadang media juga mengkonfrontasi pernyataan narasumber A dan B, dan meminta konfirmasi dari humas. Pemberitaan seperti ini perlu disikapi dengan bijak. Humas perlu tetap fokus. Bila diperlukan, humas bisa mengingatkan banyak pihak pentingnya fokus pada masalah yang dihadapi, menghormati asas praduga tak berasalah serta bersikap kooperatif atas proses hukum yang sedang berjalan.

Contoh kasus ini terjadi pada dunia pendidikan.

Demikian pula dengan humas, humas yang ideal memiliki fungsi mendidik, mengedukasi stakeholder-nya atas pentingnya asas, pemahaman peraturan yang berlaku, menghormati proses hukum, transparan, informatif dan kooperatif. Humas juga mendidik peer group-nya atas pentingnya informasi berimbang, sampai implementasi kode etik jurnalistik dalam pemberitaan. ***

Leave a comment