Studi Kasus : Humas Menyikapi ‘Rapor Merah’ KeMenkumham

Sidang Kabinet 08 Juli 2010 Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto melaporkan  ‘Rapor Merah Kementerian’pada sidang kabinet. Kementerian Hukum dan HAM ada pada daftar itu bersama beberapa Kementerian lain. Dari sisi pemberitaan bagi Kemenkumham berita ini merupakan berita negatif yang harus segera diklarifikasi. Ada beberapa langkah klarifikasi yang telah dilakukan oleh pihak Kemenkumham, diantaranya menghubungi Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, serta kesediaan Menkumham Patrialis Akbar menjawab pertanyaan wartawan seputar laporan UKP4.

Hari Minggu 11 Juli 2010 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, mengklarifikasi berbagai pemberitaan media , setelah melakukan konfirmasi dengan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto

Patrialis memaparkan, dalam sidang kabinet pada 8 Juli, UKP4 memang memberikan suatu penilaian terhadap hasil capaian tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 (Inpres 1/2010) tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Nasional 2010.

Dari hasil evaluasi tersebut, ujar Patrialis, terdapat catatan untuk Kemenkumham terkait antara lain program pembangunan baru lapas/rutan sebanyak 30 unit, serta pengadaan sarana dan prasarana untuk 200 lapas/rutan yang belum dilaksanakan.

Menkumham menjelaskan, semua itu belum dilaksanakan karena pihaknya mendapatkan persetujuan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) baru pada 30 Juni, sehingga tidak mungkin bila berbagai program itu bisa langsung dilaksanakan pada awal Juli ini.

Patrialis memastikan, pihak Kemenkumham selama ini telah melakukan upaya yang maksimal dan luar biasa dalam bekerja.

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan Kemenkumham, Imam Santoso, mengatakan bahwa pihaknya pada APBN 2010 mendapatkan alokasi pagu anggaran sebesar Rp4,6 triliun. “Sampai 30 Juni 2010, realisasi fisik 43 persen dan realisasi keuangan Rp1,9 triliun,” kata Imam Santoso. (Republika online)

Media massa, pada studi kasus ini Republika, menyusun berita secara berimbang dengan konfirmasi ulang dengan narasumber lain (cross check). Karena itulah media entah sengaja atau tidak sering melakukan trial by the press. Media memiliki fakta yang bisa saja hanya dimiliki oleh narasumber yang lain lalu dipadukan menjadi berita bagi masyarakat. Pada kasus ini menjadi menarik karena Menkumham memberikan pernyataan (statement) kepada media bahwa Kemenkumham baru mendapatkan persetujuan DIPA  tanggal  30 Juni 2010, karena itu tidak mungkin bila berbagai program bisa dilaksanakan pada awal Juli, sementara Kepala Biro Perencanaan memberikan pernyataan bahwa sampai 30 Juni 2010 realisasi fisik 43 % dan realisasi keuangan Rp.1,9 triliun. Ada ketidaksinkronan yang fatal disini. Fakta yang terungkap oleh media, dan disampaikan kepada publik. Masyarakat akan segera melakukan penilaian negatif kepada instansi Kemenkumham. Citra instansi akan terpuruk.

Belajar dari Kesalahan

Berita negatif bukan hal yang baru. Instansi dengan peran strategis seperti Kemenkumham akan terus  disorot oleh media dan diawasi oleh masyarakat. Apalagi UU Keterbukaan Informasi Publik telah berlaku secara efektif. Dari sisi kehumasan menghadapi berita negatif yang nota bene bukan barang baru seharusnya telah dapat ditangani dengan prosedur yang semestinya sudah ada. Ada beberapa poin yang perlu kita garisbawahi dalam menyikapi suatu pemberitaan negatif dengan bijaksana :

1.Lakukan Press Conference jangan doorstop

Klarifikasi Menkumham pada kasus ‘Rapor merah’ disampaikan pada media secara doorstop. Wartawan menunggu Menkumham untuk dimintai komentar. Hal ini tidak aman  ditambah lagi ketidaksiapan materi pendukung. Suasana yang crowded menghasilkan noise yang mengganggu penyampaian informasi. Pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak sempurna.

Press Conference dapat dilakukan sebagai antisipasi terhadap noise. Pembekalan materi kepada wartawan dalam bentuk press release, alokasi ruang dan waktu yang memadai untuk suatu diskusi meminimalkan noise.

Kesiapan narasumber utama dalam hal ini Menkumham, akan didukung secara penuh oleh jajarannya termasuk Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri.

2. One gate way policy

Kebijakan informasi satu pintu merupakan salah satu solusi untuk meminimalkan ketidaksinkronan fakta yang beredar melalui pemberitaan media massa. Mengacu pada UU KIP, Kementerian Hukum dan HAM semestinya telah menunjuk PPID yang bertanggung jawab terhadap informasi dan dokumentasi badan publik. PPID apabila secara ­ex officio juga Kepala Biro Humas  maka secara otomatis Kepala Biro Humas juga bertindak sebagai spokesperson atau juru bicara Kementerian Hukum dan HAM.

Terkait dengan kebijakan informasi satu pintu, efek sampingnya adalah akses informasi internal kepada Biro humas harus ditata dengan sangat baik. Informasi dalam organisasi diibaratkan dengan aliran darah dalam tubuh.

Akan sangat ironis apabila Humas sebagai pintu informasi tidak mendapat suplai informasi yang memadai.

3. Hak Jawab

Undang-Undang Pers mengatur tentang pemanfaatan hak jawab. Secara alami, Bagian yang menangani kehumasan semestinya aware terhadap hak jawab ini. Hal ini signifikan agar manajemen issue dapat dikelola dengan bijaksana, tidak overreacting.

4. Spread the words

Membuka kanal informasi merupakan hal yang esensial dalam counter issue. Badan publik membuka diri untuk pengawasan, bersedia menerima kritrikan sebagi masukan, sekaligus terbuka untuk melakukan klarifikasi atau penjelasan setiap saat. Menyikapi maraknya penggunaan socmed juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara penyebarluasan informasi. Informasi penting dalam internal media seperti majalah, booklet, buku, jurnal, perlu disebarluaskan. Media internal tidak akan bermanfaat apabila hanya bertumpuk dalam lemari.

Kita semua sebagai pelayan masyarakat tentu memahami bahwa adanya pemberitaan seperti ini merupakan sebuah kesempatan untuk memperbaiki kinerja.  Selama Kemenkumhan sudah melakukan hal-hal yang telah digariskan dalam mencapai keberhasilan kementeriannya, tentunya hasil tak menjadi tolak ukur utama. Kecuali pemberitaan yang tendensius dan kerap dipolitisir tetap perlu diarahkan agar tercipta pemberitaan yang berimbang.

Semoga dengan adanya kesempatan untuk memperbaiki diri, bersama-sama Kementerian Hukum dan HAM, khususnya unit Kehumasan dapat meningkatkan kualitas hubungan antara Kemenkumham dan masyarakat.***

Oleh : Fatma Puspita Sari